Selasa, 31 Januari 2012

Ilmu yang Bermanfaat

Untuk menjadi umat yang terbaik, Islam menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat dikandung badan. Ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan. Untuk memperoleh kebaikan dunia dengan ilmu, untuk beroleh kebaikan akhirat dengan ilmu.

Kriteria ilmu yang berguna  didasarkan pada tujuan ibadah. Dr Mahdi Ghulsyani menegaskan bahwa salah satu cara untuk menolong manusia dalam perjalanannya menuju Allah adalah ilmu dan hanya dalam semacam inilah ilmu dipandang bernilai.

Dengan bantuan ilmu, seorang Muslim, dengan berbagai cara dan upaya dapat  mendekatkan diri kepada Allah.Berdasarkan landasan ini,  ilmu dikatakan bermanfaat bila pertama, dengan ilmu itu ia dapat meningkatkan pengetahuannya akan Allah. Nabi bersabda,” Sesungguhnya Allah ditaati dan disembah dengan ilmu. Begitu juga kebaikan dunia dan akhirat bersama ilmu, sebagaimana kejahatan dunia dan akhirat karena kebodohan.”

Kedua, dengan ilmu itu, ia dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuan, yaitu berbagai aktivitas  menuju keridhaan Allah.Orang yang mencari  ilmu untuk menuju keridaan Allah pun  mendapat kedudukan yang istimewa, seperti yang diterangkan Nabi, “Barangsiapa mati ketika sedang mencari ilmu untuk menghidupkan Islam, dia di surga sederajat di bawah para Nabi.”

Ketiga, dengan ilmu itu,di samping dapat membimbing dirinya, ia dapat juga membimbing orang lain kepada kebaikan. Nabi bersabda, “Allah akan menyayangi penerus-penerusku.” Belia ditanya,” Siapakan para penerus itu?” Beliau menjawab,”Mereka yang menghidupkan sunnah-sunnahku dan mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah.”

Keempat, dengan ilmu itu, ia dapat memecahkan berbagai persoalan pribadi, masyarakat dan lingkungannya.Bukankah sebaik-baik orang itu yang paling bermanfaat bagi sesamanya.Nabi bersabda,”Setiap manusia itu keluarga Allah, dan manusia yang paling dicintai-Nya adalah yang paling bermanfaat bagi keluarga-Nya.”

Sebaliknya, bila ilmu itu dicari tidak diniati karena Allah, tidak menambah kebaikan bagi dirinya dan orang di sekitarnya, ilmu itu tidak bermanfaat. Setiap ilmu yang tidak menolong manusia menuju Allah seperti muatan buku yang dibawa di atas keledai.Tuhan berfirman,”Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal …(QS 62:5).

Salah satu aktivitas mempelajari dan menguasai ilmu itu adalah berpikir.Berpikir adalah kegiatan menggunakan potensi akal manusia untuk mendapatkan informasi, dan mengembangkan ilmu.Banyak ayat Alquran yang menganjurkan manusia itu berpikir,dengan padanan kata, seperti merenung, memikirkan, memperhatikan,dll.Ini menunjukkan betapa pentingnya kegiatan berpikir dalam kehidupan manusia. Selain membedakan manusia dari makhluk lain, berpikir juga mengarahkan manusia kepada kesempurnaan hidup.

Agar manusia itu tidak salah dalam berpikir, Tuhan membimbing manusia bagaimana cara berpikir sehat.Diturunkannya Alquran dan diutusnya Nabi kepada manusia dimaksudkan agar manusia berpikir dengan sehat. Dalam pandangan Islam, berpikir sehat itu berpikir yang menghasilkan berbagai kebaikan dan manfaat.Berkaitan dengan berpikir sehat, Tuhan memerintahkan umat Islam untuk mendasari berpikir itu dengan ingat kepada Allah dan untuk mencari keridhaan Allah.Dalam membaca yang di dalamnya ada proses berpikir,  Tuhan memeritahkannya dengan diiringi nama-Nya ( Al-‘Alaq:1-5).”

Dalam kitab Nashoihul Ibad, Ibnu Hajar Al-Ashqolani mencatat pendapat jumhur ulama tentang  berpikir yang membawa kesempurnaan hidup .Berpikir dapat dilakukan dalam lima hal.Pertama, berpikir mengenai tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah sehingga lahir tauhid dan keyakinan kepada-Nya. Memperhatikan, memahami, dan merenungkan penciptaan diri dan  alam sekitarnya dapat mengarahkan manusia kepada keyakinan akan keberadaan Tuhan. Tuhan berfirman,”Dan di bumi terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yakin kepada Allah dan pada diri kalian, tidakkah kalian memperhatikan? (Q.S. 51:20-21)”

Kedua, berpikir tentang kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah sehingga lahir rasa cinta dan syukur kepada Allah.Rasa cinta ditandai dengan mementingkan Allah dari lainnya dan rasa syukur ditandai dengan menggunakan anugerah Allah kepada jalan-jalan yang diridhai-Nya.

Ketiga, berpikir tentang janji-janji Allah sehingga lahir rasa cinta  kepada Allah dan optimistis dalam kehidupan. Dalam kehidupan ini, ada hukum sebab akibat dan sebab dari segala sebab adalah  adalah Allah. Dalam berusaha dan berjuang, Allah akan memberikan suatu sesuai dengan kadar usahanya.Kalau seseorang itu tekun bekerja dan berdoa, tentu dia akan mendapatkan yang sesuai dengan yang diusahakan.Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam beruasaha, ia akan  mendapatkan hasil sesuai dengan kesungguh-kesungguhannya. Tuhan berfirman, “Allah menjanjikan orang-orang beriman dan beramal saleh bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang terdahulu berkuasa.”

Keempat, berpikir tentang ancaman Allah sehingga melahirkan rasa takut. Rasa takut akan ancaman Allah akan membuat seorang hamba takut bermaksiat kepada Allah sehingga akan hati-hati dalam melangkah.Ia menjaga hati dan pikiranya untuk tidak berprasangka buruk kepada Allah. Dia akan menjada lidah dan tangannya untuk menyakiti atau menzalimi orang lain.

Kelima, berpikir tentang sejauh mana ketaatannya kepada Allah sehingga melahirkan gairah untuk beribadah. Berdasarkan keterangan Alquran dan hadis, ibadah merupakan cara seeorang hamba mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah merupakan cerminan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya.Ketaatan hamba kepada Tuhan kalau seseorang itu menyadari bahwa diciptakannya manusia itu beribadah dan Tuhan bersama dirinya di mana pun dia berada.Karena merasa dirinya diawasi Tuhan ia pun akan melakukan yang terbaik demi mendapatkan keridhaan Tuhan.

Dengan berpikir dalam lima hal tersebut, seseorang diharapkan  akan mencapai kemampuan intelektual, mental, dan spiritual yang berguna dalam menjalani hidupnya. Bukan hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk lingkungannya.Dengan ilmu dan kemampuannya, ia dapat beroleh kebaikan tidak hanya di dunia tetapi juga kelak di akhirat.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites